PRINSIP-PRINSIP DASAR EKONOMI ISLAM
PENDAHULUAN
Islam yang diwahyukan kepada nabi
Muhammad SAW adalah mata rantai terakhir agama Allah yang diwahyukan kepada
semua rasulNya. Sebagai mata rantai terakhir, Islam yang diwahyukan kepada nabi
terakhir itu merupakan agama Allah yang telah disempurnakan dan ditujukan
kepada seluruh umat manusia sepanjang zaman, hingga datangnya hari qiyamat
nanti.
Sebagai agama Allah yang telah
disempurnakan, Islam memberikan pedoman dalam seluruh aspek kehidupan manusia,
spiritual-materiil, individual-sosial, jasmanirohani dan dunia-ukhrawi.Bidang
ekonomi juga diperoleh pedoman-pedomannya dalam Islam, pada umumnya dalam
bentuk garis besar, guna memberi peluang perkembangan kehidupan ekonomi di
kemudian hari.
Islam mengajarkan bahwa manusia adalah
makhluk Allah yang disiapkan untuk mampu mengemban amanatNya, memakmurkan
kehidupan di bumi dan diberi kedudukan terhormat sebagai wakilNya (khalifah) di
bumi dengan tetap memperhatikan beberapa koridor (asas, prinsip) yang telah
ditetapkan dalam Al-Qur’an dan hadith.
Prinsip merupakan suatu mekanisme atau
elemen pokok yang menjadi struktur atau kelengkapan suatu kegiatan atau
keadaan.Sedangkan prinsip ekonomi dalam Islam merupakan kaidah-kaidah pokok
yang membangun struktur atau kerangka ekonomi Islam yang digali dari Al-Qur’an
dan hadith.Prinsip ekonomi ini berfungsi sebagai pedoman dasar bagi setiap
individu dalam berperilaku ekonomi. Namun, agar manusia bisa menuju falah,
perilaku manusia perlu diwarnai dengan spirit dan norma ekonomi Islam, yang
tercermin dalam nilai-nilai ekonomi Islam.
Keberadaan prinsip dan nilai ekonomi
Islam merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.Implementasi prinsip
ekonomi tanpa diwarnai oleh nilai ataupun nilai tanpa prinsip dapat menjauhkan
manusia dari tujuan hidupnya, yaitu falah. Implementasi nilai tanpa
didasarkan pada prinsip akan cenderung membawa kepada ekonomi normatif belaka,
yang akan menyebabkan perekonomian yang bersangkutan terjerumus ke dalam ketidakadilan.
sementara penerapan nilai tanpa prinsip akan membuat rusaknya tatanan ekonomi
dan menjauhkan dari tujuan ekonomi itu sendiri.
Prinsip
Ekonomi dalam Islam
Bangunan ekonomi Islam didasarkan atas
lima nilai universal, yakni tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan), nubuwwah
(kenabian), khilafah (pemerintah), dan ma’ad (hasil). Kelima
dasar inilah yang dijadikan dasar untuk membangun teori-teori ekonomi Islam.
Namun teori yang kuat dan baik tanpa diterapkan menjadi sistem, akan menjadikan
ekonomi Islam hanya sebagai kajian ilmu saja tanpa memberi dampak pada kehidupan
ekonomi. Karena itu, dari kelima nilai-nilai universal tersebut, dibangunlah tiga
prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi Islam. Ketiga
prinsip derivatif itu adalah multitypeownership, freedomtoact,
dan socialjustice.
Semua teori ekonomi Islam dan
prinsip-prinsip sistem ekonomi Islam tersebut tidak lain hanyalah untuk
mencapai tujuan Islam dan dakwah para nabi, yaitu akhlak. Akhlak inilah yang
menjadi panduan para pelaku ekonomi ekonomi dan bisnis dalam melakukan
aktivitasnya. MultitypeOwnership (kepemilikan multijenis) Nilai tauhid
dan nilai keadilan melahirkan konsep MultitypeOwnership. Dalam sistem
kapitalis, prinsip umum kepemilikan yang berlaku adalah kepemilikan swasta; dalam
sistem sosial, kepemilikan negara; sedangkan dalam Islam, berlaku kepemilikan multijenis,
yakni mengakui bermacam-macam bentuk kepemilikan, baik oleh swasta, negara
maupun campuran.
Prinsip ini adalah terjemahan dari nilai
tauhid: pemilik primer langit, bumi dan seisinya dalah Allah, sedangkan manusia
diberi amanah untuk mengelolanya. Jadi, manusia dianggap sebagai pemilik
sekunder. Hal ini terangkum dalam QS.Al-Najm;
31:
Artinya: “Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada
di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih
baik (syurga)”.
Sumber
daya menyangkut kepentingan umum atau yang menjadi hajat hidup orang banyak
harus menjadi milik umum.Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS.Al-Baqarah;
284, dan QS.Al-Maidah; 17:
(QS. Al-Baqarah,
284)
Artinya:
“Kepunyaan
Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu
melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya
Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah
mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya;
dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
(QS. Al-Maidah,
17)
Artinya:
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya.
Dia menciptakan apa yang dikehendakiNya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu”.
Dengan demikian, konsep kepemilikan
swasta diakui.Namun untuk menjamin keadilan, yakni supaya tidak ada proses
pendzaliman segolongan orang terhadap segolongan yang lain, maka cabang-cabang
produksi yang penting dan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak
dikuasai negara. Dengan demikian, kepemilikan negara dan nasionalisasi juga
diakui.Sistem kepemilikan campuran. Sedangkan untuk dapat melaksanakan tugasnya
sebagai khalifah Allah, manusia wajib tolong menolong dan saling membantu dalam
melaksanakan kegiatan ekonomi yang bertujuan ibadah kepada Allah. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Maidah,
2:
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah,
dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)
binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaaid, dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia
dan keridaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji,
maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian (mu) kepada sesuatu
kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu
berbuat aniaya (kepada mereka).Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya”.
Semua konsep ini berasal dari filosofi
norma dan nilai-nilai Islam. Freedom to Act (Kebebasan untuk
bergerak/usaha) Penerapan nilai nubuwwah, akan melahirkan
pribadi-pribadi yang profesional dalam segala bidang, termasuk dalam bidang
ekonomi dan bisnis. Para pelaku ekonomi dan bisnis menjadikan nabi sebagai
teladan dan model dalam melakukan aktivitasnya. Keempat nilai nubuwwah (siddiq, amanah, fathanah, dan tabligh)
apabila digabungkan dengan nilai keadilan dan khilafah (goodgovernance)
akan melahirkan konsep freedomtoact pada setiap muslim, khususnya pelaku
bisnis dan ekonomi. Freedomtoact bagi setiap individu akan menciptakan mekanisme
pasar dalam perekonomian. Karena itu, mekanisme pasar adalah keharusan dalam
Islam, dengan syarat tidak ada distorsi (proses pendzaliman) dan tidak ada
kecurangan. Potensi distorsi
dikurangi dengan menghayati nilai keadilan. Penegakan nilai keadilan dalam
ekonomi dilakukan dengan melarang semua mafsadah,
riba, gharar, dan maisir. Selain itu, dasar dari
setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara moral adalah kejujuran. Kejujuran
merupakan kualitas dasar kepribadian moral. Tanpa kejujuran, keutamaan-keutamaan
moral lainnya akan hilang. Menurut Prof. H. Ismail Nawawi dalam bukunya ekonomi
Islam, disebutkan bahwa kejujuran dalam ekonomi Islam terwujud dalam berbagai
aspek:
a)
Kejujuran yang terwujud dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak.
b)
Kejujuran yang terwujud dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu yang baik.
c)
Kejujuran menyangkut hubungan kerja.
Salah satu ayat Al-Qur’an yang
menjelaskan tentang konsep kujujuran adalah QS.Al-Muthaffifin, 1-3:
Artinya:
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang
apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila
mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.”
Dari
nabi SAW. bersabda: Penjual dan pembeli boleh melakukan khiyar, apabila keduanya
jujur dan menjelaskan cacat barangnya niscaya Allah akan menurunkan keberkahan,
tetapi apabila keduanya saling berbohong dan menyembunyikan cacat barangnya,
niscaya Allah akan mencabut keberkahan dari transaksi perdagangannya.
Negara bertugas menyingkirkan atau
paling tidak mengurangi distorsi pasar ini. Dengan demikian, pemerintah/negara
bertindak sebagai wasit yang mengawasi interaksi pelaku-pelaku ekonomi dan
bisnis dalam wilayah kekuasaannya untuk menjamin tidak dilanggarnya syari’ah,
dan supaya tidak ada pihak-pihak yang dzalim atau terdzalimi, sehingga tercipta
iklim ekonomi dan bisnis yang sehat. SocialJustice (keadilan sosial) Keadilan
(adl) merupakan nilai paling asasi dalam ajaran Islam. Menegakkan keadilan
dan memberantas kedzaliman adalah tujuan utama dari risalah para rasul-Nya. Keadilan
seringkali diletakkan sederajat dengan kebajikan dan ketakwaan. (QS. Al-Maidah; 8) :
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil.Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.
Terminologi
keadilan dalam Al-Qur’an disebutkan dalam berbagai istilah, antara lain; ‘adl
(persamaan balasan, persamaan kemanusiaan, persamaan di hadapan hukum dan
undang-undang, kebenaran, proporsional), Qist (distribusi yang adil,
berbuat dan bersikap adil dan proporsional), Qasd (kejujuran dan
kelurusan, kesederhanaan, hemat, keberanian), Qawwam (kelurusan,
kejujuran), Hiss (distribusi yang adil, kejelasan, terang), Mizan (keseimbangan,
persamaan balasan), Wasat (moderat, tengah-tengah, terbaik).
Gabungan
nilai khilafah dan nilai ma’ad (kebangkitan) melahirkan prinsip keadilan
sosial. Dalam Islam, pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar
(basicneeds) rakyatnya dan menciptakan keseimbangan sosial antara yang
kaya dan yang miskin. Dalam Islam, keadilan sosial terefleksikan dengan
pemberian jaminan sosial kepada seluruh rakyatnya secara merata. Jaminan sosial
dapat memberikan standar hidup yang layak, termasuk penyediaan pangan, pakaian,
perumahan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya kepada setiap anggota
masyarakat.Menyediakan kebutuhan hidup bagi setiap warganya adalah tugas
negara.Namun demikian, bukan berarti negaralah yang menyediakan seluruh
kebutuhan tersebut untuk warganya.
KESIMPULAN
Kita telah memiliki landasan teori yang
kuat serta prinsip-prinsip sistem ekonomi Islam yang mantap. Namun dua hal ini
belum cukup, karena teori dan sistem menuntut adanya manusia yang menerapkan
nilai-nilai yang terkandung dalam teori dan sistem tesebut. Dengan kata lain
harus ada manusia yang berperilaku dan berakhlak secara professional (ihsan dan
itqan) dalam bidang ekonomi, terlebih lagi yang posisinya sebagai
pejabat pemerintah, Karena teori yag unggul dan sistem ekonomi syari’ah sama sekali
bukan merupakan jaminan bahwa perekonomian umat Islam akan secara otomatis
dapat berkembang. Sistem ekonomi Islami hanya memastikan bahwa tidak ada transaksi
ekonomi yang bertentangan dengan syari’ah. Tetapi kinerja bisnis tergantung pada
man behind the gun-nya. Karena itu, pelaku ekonomi dalam kerangka ini
bisa saja dipegang oleh non muslim. Perekonomian Islam baru dapat maju apabila
pola pikir dan perilaku muslim sudah itqan (tekun) dan ihsan (profesional).
Ini “mungkin” salah satu rahasia sabda nabi yang artinya “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”.
Karena akhlak menjadi indikator baik-buruknya perilaku bisnis para pengusaha
menentukan sukses-gagalnya bisnis yang dijalankannya.
Sumber : Buku Prinsip Dasar Ekonomi Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar